SHARE

carapandang.com | Joko Widodo

Pemerintah akhirnya memutuskan untuk tidak lockdown karena jika sampai diterapkan isolasi total, masyarakat akan kesulitan mencari makan. Bahkan, menurut hitungan Pemerintah, tidak sampai 3 pekan setelah diterapkan lockdown, akan timbul kerusuhan.

“Saya semedi 3 hari untuk memutuskan apa ini, apakah kita harus lockdown atau tidak, karena memang betul-betul sangat tidak memiliki pengalaman semuanya mengenai ini,” kata Presiden.

Selain tekanan pandemi, Pemerintah saat itu juga harus menghadapi tekanan ekonomi. Penerimaan negara anjlok 16 persen padahal belanja harus naik 12 persen.

Pemerintah dan TNI-Polri pun lantas bersinergi untuk mendongkrak cakupan vaksinasi, yang hingga kini telah mencapai 448 juta suntikan, untuk mempercepat terciptanya kekebalan komunitas agar aktivitas ekonomi segera bergulir.

Kebijakan era pandemi dianalogikan seperti keseimbangan gas dan rem saat mengemudikan kendaraan. Gas ekonomi jika diinjak kebablasan akan mengorbankan kesehatan masyarakat. Namun jika rem diinjak terlalu dalam, maka ekonomi masyarakat akan semakin jatuh. Karena itu perlu ada keseimbangan antara gas dan rem.

Hal itu pula yang saat ini masih diterapkan Pemerintah. Pada masa transisi ini, Satgas COVID-19 tetap berjalan.

Vaksinasi penguat (booster) tetap diberikan gratis. Early warning indicator dan early warning system pandemi COVID-19 tetap dimonitor dan dikelola oleh Kementerian Kesehatan.

Penerapan metode pengintaian atau surveilans kesehatan juga terus ditingkatkan. Hal tersebut terlihat ketika Kementerian Kesehatan berhasil mendeteksi masuknya COVID-19 varian Kraken di Balikpapan, Kalimantan Timur, dan segera melakukan pelacakan kontak erat untuk mencegah penyebaran.

Protokol manajemen krisis pandemi juga dapat diaktifkan kembali jika memasuki masa krisis atas rekomendasi Kementerian Kesehatan.

Awan gelap ekonomi

Kebijakan ekonomi dengan kehati-hatian tinggi perlu diterapkan karena awan gelap perekonomian global diyakini belum akan pergi pada 2023.

Meskipun pertumbuhan ekonomi berada pada posisi yang baik, Indonesia bisa ikut merasakan dampak resesi. Hal itu, antara lain, karena penurunan ekspor menyusul pelemahan ekonomi negara-negara mitra dagang, penurunan harga komoditas, kenaikan inflasi, dan kenaikan suku bunga negara-negara maju.

IMF memperkirakan sepertiga ekonomi dunia akan mengalami resesi pada tahun ini yang berarti sekitar 70 negara. Sebanyak 47 negara sudah masuk menjadi pasien IMF dan banyak negara lainnya masih mengantre.

Pandemi COVID-19 juga belum sepenuhnya usai karena varian baru terus bermunculan. Karena itu, Presiden mengingatkan jajaran Pemerintah Pusat hingga daerah untuk memiliki frekuensi yang sama dalam menghadapi tantangan ekonomi global tahun ini.

Halaman :