SHARE

carapandang.com | Vladimir Putin

Putin berdalih invasi ke Ukraina adalah demi mencegah Ukraina menguasai senjata nuklir. Dia menguatkan premis ini dengan menyerang fasilitas nuklir Chernobyl.

Padahal sejak 1994 atau tiga tahun setelah memerdekakan diri menyusul bubarnya Uni Soviet, Ukraina sepakat menghancurkan senjata-senjata nuklir peninggalan Soviet di negeri itu yang total mencapai 1.700 hulu ledak nuklir yang terpasang pada 176 unit rudal ICBM dan 33 bomber.

Komitmen Ukraina ini didokumentasikan kuat-kuat dalam Memorandum Budapest 5 Desember 1994 yang ditandatangani bersama Rusia, Inggris dan AS.

Pada 13 Desember 2014 atau sembilan bulan setelah Krimea dicaplok Rusia, presiden Ukraina saat itu, Petro Poroshenko, menandaskan kembali sikap Ukraina untuk tak mau lagi menjadi negara nuklir.

Berdasarkan semua fakta itu dan pengalaman malapetaka nuklir akibat bom atom Hiroshima-Nagasaki, serta tersebarnya kepemilikan senjata nuklir di antara negara yang bisa saling bermusuhan, tak mengherankan jika pernyataan Putin soal nuklir itu membuat ngeri banyak kalangan.

Sebagian pakar merasa kondisi kejiwaan presiden Rusia itu tidak stabil, apalagi Putin dikenal impulsif.

Dia acap menebarkan teori konspirasi liar mengenai neo Nazi sampai membuat hoaks Nazifikasi di Ukraina saat ini, hanya demi membenarkan agresi Rusia. Intinya dia acap menjustifikasi hal-hal yang tak bisa dijustifikasi.

Terasing

Putin acap terlihat sendirian mengambil keputusan penting, termasuk saat mencaplok Krimea pada 2014.

Dia sering hanya berkonsultasi dengan lingkaran terdalamnya yang terdiri dari para veteran KGB dan aparat keamanan negara lainnya yang dikenal dengan "Siloviki".

Hampir semuanya terbuai oleh romantisme keagungan era Soviet, orang-orang ini tak berani menyanggah Putin walau data mendukung mereka.

Halaman :