SHARE

Ilustrasi by Roby

Dari awal diterbitkan edaran tersebut sudah ditentang oleh sebagian umat Islam. Seharusnya Menag lebih berhati-hati dalam mensosialiasikan pedoman tersebut, yaitu bicara dengan penuh kehati-hatian sehingga bisa diterima dengan baik. Maka itu, pilihlah diksi-diksi yang menyejukkan dan indah untuk didengar.

Menag seharus memilih diksi-diksi yang baik dan benar, bukan malah memilih diksi yang kasar, apalagi sampai berani menganologikan panggilan suci shalat, adzan  dengan gonggongan anjing. Ini sungguh sangat melukai hati umat Islam.  Apakah Menag Yaqut sudah kehabisan kata-kata, sehingga harus mengeluarkan analogi sehina itu.  Kan masih banyak diksi-diksi yang santun. Misalnya membandingkan suara adzan dengan panggilan-panggilan suci agama agama lain. Contohnya, Menag  membandingkan azan dengan suara lonceng Gereja. Ini akan  lebih indah didengar, dan tidak menyinggung siapapun.

Terlebih alasan surat edaran tersebut diterbitkan untuk menjaga persaudaraan dan harmoni sosial. Harusnya apa yang disampaikan Menag mencerminkan dari tujuan tersebut.  Karena kurang telitinya Menag dalam memilih diksi, bukan harmoni sosial yang terbangun, malah  sebelum edaran ini diterapkan telah menimbulkan kegaduhan-kegaduhan baru  di tengah masyarakat.

Apa yang terjadi saat ini sungguh sangat merugikan pemerintahan Jokowi-Maa’ruf. Apakah Menag tidak sensitif dalam membaca opini yang berkembang di  masyarakat akhir-akhir ini?.

Sudah diketahui bersama bahwa ada sebagian besar masyarakat yang memiliki pandangan bahwa rezim Jokowi tidak pro terhadap umat Islam. Dengan kesalahan yang telah dilakukan oleh Menag, terlebih kesalahan ini terjadi berulang kali, bisa semakin meyakinkan pandangan tersebut. Sehingga masyarakat akan selalu curiga setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.

Menag jangan anggap remeh dengan apa yang terjadi saat ini. Maka itu, dia harus segera meminta maaf kepada umat Islam karena  telah berani menganologikan suara azan dengan gonggongan anjing. Jangan dibiarkan berlarut-larut ini akan mengikis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Kasihan Presiden Jokowi yang sedang bekerja memperbaiki kondisi ekonomi karena diterjang oleh  badai pandemi Covid-19. Jangan diberi beban tambahan dengan pernyataan konyol seperti itu.

Jangan buat aturan yang enggak perlu

Penulis sangat bersyukur lahir dan hidup di negara Republik Indonesia. Selama tinggal di negeri ini rasa persaudaraan terjalin sangat kuat. Persaudaraan tidak hanya terbangun dengan  sesama agama tapi juga persaudaraan antar agama.

Persaudaraan yang terbangun di negeri ini  atas dasar kemanusiaan. Sehingga tidak memandang ras, suku dan agama. Masyarakatnya hidup rukun berdampingan dan saling menghargai.

Halaman :
Tags
SHARE