SHARE

Ilustrasi (Net)

CARAPANDANG - Oleh: Amir Fiqi, Pemerhati Sosial dan Politik

Beberapa kesempatan Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa kepemimpinan harus berlanjut. Bahkan dia menganalogikan kepemimpinan seperti lari estafet dan bukan seperti meteran pom bensin yang dimulai dari nol.

Dan publik pun menangkap keberlanjutan yang diharapkan Presiden Jokowi adalah kepemimpinan setelahnya meneruskan kerja-kerja yang sudah dia kerjakan selama menjabat sebagai kepala negara. Misalnya, pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur, dan pembangunan-pembangunan infrstruktur lainnya yang sudah berjalan. Selain itu, program-program kerja untuk kesejahteraan rakyat.

Penulis pun menangkap apa yang disampaikan oleh Presiden Jokowi mengandung pesan politik kepentingan  dalam menyambut Pilpres 2024, yaitu mengarahkan agar para pendukungnya untuk memilih calon presiden yang tegak lurus melanjutkan program-program kerjanya. Bukan sebaliknya, calon presiden yang mengusung perubahan.  

Jika melihat peta politik sampai saat ini sudah ada tiga nama bakal calon presiden yang muncul ke permukaan. Tiga nama ini memiliki elektabilitas yang tinggi di sejumlah lembaga survei. Mereka adalah Anies Baswedan, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo. Sedangkan untuk bakal calon wakil presiden adalah Muhaimin Iskandar yang akan mendampingi Anies Baswedan.

Dari ketiga nama di atas yang jelas mengusung keberlanjutan adalah Prabowo dan Ganjar. Dan yang Capres pengusung perubuahan adalah Anies. Sehingga, publik dengan mudah menebak arah dukungan presiden Jokowi ditujukan kepada capres yang mana. Ditambah lagi  presiden Jokowi pernah mengungkapkan bahwa dirinya akan cawe-cawe pada Pilpres 2024. Cawe-cawe yang dia maksud  presiden memiliki alasan yaitu guna mengawal dan memastikan Indonesia keluar dari kondisi saat ini yang masih di level middle-incame. Padahal Indonesia, katanya hanya memiliki waktu hingga 13 tahun untuk keluar dari kondisi tersebut.

Apapun alasannya, presiden tidak sepantasnya mengungkapkan hal tersebut. Dengan sikap terbuka yang dipertontonkan presiden Jokowi justru  menambahkan kekhawatiran publik bahwa  Pilpres 2024 rawan dangan kecurangan. Sebab, Kepala Negara sudah menunjukan gelagat ketidak netralannya. Ditambah lagi, para pejabat negara lainnya juga menunjukan sikap yang sama. Terakhir, pernyataan dari Menteri Agama yang secara tidak langsung mengajak tidak memilih pasangan tertentu.   

Netralitas kepala negara dan para  pejabat negara dalam pemilu harus dijaga demi memastikan pemilu/Pilpres berjalan dengan demokratis dan adil. Inilah hakikat dari keberhasilan dari pemilu jujur, bebas dan adil.

Menjalan amanat konstitusi

Menuurut pendapat penulis, apa yang disampaikan presiden Jokowi soal kepemimpinan adalah keberlanjutan tidaklah murni untuk kepentingan bangsa dan negara. Pernyataan presiden terkesan hanya untuk kepentingan politik praktisnya.

Seharusnya sebagai kepala negara mencerminkan sikap politik kebangsaannya yang murni untuk kemajuan bangsa bukan malah sibuk untuk melanggengkan kekuasaan pribadi atau partainya.

Jika berbicara untuk kepentingan bangsa dan negara, maka presiden Jokowi  akan berdiri netral sebagai seorang negarawan yang memberikan kesempatan kepada penerusnya untuk menjalankan tugasnya tanpa bayang-bayang kekuasaannya. Sebab, sejatinya  tugas presiden sebagai kepala negara adalah bagaimana menjalankan amanat konstitusi yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 pada alinia ke-4 yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,  memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan abadi dan keadilan sosial. 

Empat tugas tersebut yang seharusnya menjadi fokus dari kerja presiden yang diwujudkan dalam program-program kerja dan kebijikan-kebijakannya. Apa pun program kerja dan kebijakan presiden terpilih selama masih sejalan dengan amanat konstitusi berarti sudah berada di jalan yang benar.  

Dan yang menjadi pertanyaan penting, apakah selama hampir 10 tahun presiden Jokowi berkuasa   telah menjalan amanat konstitusi ini dengan baik dan benar? Jika iya, maka  presiden Jokowi telah berada di jalan yang benar, yakni memenuhi janji konstitusi kepada seluruh rakyatnya. Sebab, inilah tujuan dari dibentuknya negara Republik Indonesia.

Namun, jika berkaca pada fakta yang ada,  presiden Jokowi belum sepenuhnya menjalankan amanat konstitusi tersebut. Sehingga, kurang pantas  meminta agar penggantinya untuk meneruskan kerja-kerjanya. Sebab, dia juga belum sukses mengemban amanat sebagai presiden, masih banyak kekurangan sehingga butuh perubahan dan perbaikan  untuk menuju Indonesia yang lebih baik.

Di masa pemerintahan presiden Jokowi masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki, dari masalah kesejahteraan rakyat, keadilan dan pendidikan. Soal kesejahteraan rakyat janji presiden mengurangi angka pengangguran juga belum berjalan secara massif. Angka pengangguran masih tinggi di Indonesia.  Di tambah lagi soal keadilan di Indonesia juga belum benar-benar terasa di negeri ini, baik keadilan dalam hukum ataupun keadilan dalam memperoleh kesempatan.

Soal pendidikan juga masih belum terjawab sepenuhnya. Memang upaya pemerintah telah dijalankan namun hingga saat ini pendidikan yang berkualitas dan merata di seluruh wilayah Indonesia  juga masih menjadi permasalahan yang belum terjawab.

Ditambah kasus terbaru di  pulau Rempang, menambah catatan buruk di rezim ini. Permasalahan ini menyakiti hati rakyat, hanya demi investasi pemerintah tega “mengusir” warga negaranya sendiri. Mana komitmen pemerintah dalam melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Mereka harusnya dilindungi dan bisa hidup bahagia di tanah leluhur mereka. Bukan diusir atas nama investasi yang cuannya juga belum jelas lari kemana. Apakah benar-benar untuk kesejahteraan rakyat atau hanya untuk kepentingan dan kemakmuran segelintir orang.

Melihat catatan singkat di atas, maka kerja-kerja yang dilakukan oleh presiden Jokowi belum lah sempurna dan masih banyak kekurangan. Sehingga jika ada gelombang menginginkan perubahan jangan dijadikan “musuh” yang dianggap tidak pantas untuk menggantikan estafet kepemimpinannya.

Perubahan adalah sebuah keniscayaan. Jangan lah anti kepada perubahan, jika arus perubahan nanti membawa bangsa ini sesuai dengan tujuan dari dilahirkannya bangsa ini yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 maka cita-cita berbangsa dan bernegara ini akan segera tercapai. Siapapun presiden yang terpilih nanti tetap berkomitmen menjalankan amanat konstitusi yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,  memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan  ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan abadi dan keadilan sosial. Semoga 

Tags
SHARE