SHARE

Aset Carapandang.com

CARAPANDANG - Oleh Amir Fiqi, pemerhati sosial dan politik

Pemilihan presiden (Pilpres) tinggal menghitung bulan. Dan  mesin-mesin politik mulai bekerja demi memenangkan kontestasi gelaran lima tahunan tersebut.

Kekuatan partai politik telah terhimpun dalam barisan koalisi untuk mendapatkan tiket dalam kontestasi Pilpres 2024. Kekuatan di luar partai politik yang tergabung dari barisan relawan pun sudah mulai bekerja secara massif demi memenangkan calon presiden yang mereka perjuangkan.

Sampai saat ini sudah terbentuk tiga kekuatan koalisi besar.  Pertama adalah Koalisi Perubahan yang dibangun oleh Partai NasDem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS)  dan Partai Demokrat dengan mengusung Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden (Bacapres). Kedua adalah koalisi yang dibangun oleh Pertai Gerindra, Partai Golkar, PAN dan PKB dengan mengusung Prabowo Subianto sebagai Bacapres nya. Kemudian kekuatan Koalisi yang dibangun oleh PDI Perjuangan dan PPP dengan mengusung Ganjar Pranowo.

Namun,  dari ketiga koalisi besar tersebut hingga saat ini belum diputuskan siapa yang bakal diusung menjadi bakal calon wakil presiden.  Dari ketidakjelasan inilah maka peta politik pada Pilpres 2024 masih cair dan  sangat mungkin bisa berubah. Perubahan arahan dukungan tersebut menurut hemat penulis disebabkan oleh dua faktor yaitu karena tidak terakomodasinya  kepantingan politik salah satu anggota koalisi dan adanya perubahan arah perjuangan dari  anggota koalisi.

Untuk faktor pertama, penulis melihat gelagat perubahan arah dukungan akan dilakukan oleh PKB. Seperti  sudah diketahui secara luas Ketua Umum  PKB, Muhaimin Iskandar memiliki "hasrat" yang sangat besar ingin menjadi calon wakil presiden.  Hasrat tersebut telah ditunjukkan sejak Pilpres 2019 lalu, dan  hasrat tersebut semakin kuat dipertonton  pada Pilpres 2024. Untuk memuluskan hasratnya PKB kerap membangun narasi politik bahwa Muhaimin merupakan pendamping yang tepat bagi Prabowo.  Padahal jika melihat data berdasarkan hasil dari berbagai lembaga survei tingkat elektabilitasnya sebagai Cawapres sangat rendah yakni  di bawah angka 5 persen.

Melihat rendahnya elektabilitas Muhaimin, sangat besar Prabowo akan mencari pendampingnya yang lebih pas, yakni pasangan yang diharapkan mampu mendongkrat elektabilasnya di Pilpres 2024. Maka, sangat mungkin PKB untuk berubah arah dukungan jika kepentingan politik kekuasaanya tidak terakomodasi yakni  dengan meninggalkan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya.

Sedangkan untuk faktor kedua, gelat perubahan arah dukungan ini bisa dilakukan oleh Partai NasDem. Hal tersebut terlihat dari sikap Partai NasDem yang masih setengah hati masih ingin bersama-sama dengan Presiden Jokowi. Padahal sudah sangat jelas dibentuknya Koalisi Perubahan merupakan antitesis dari rezim Jokowi. Maka semangat perjuangan dari koalisi ini adalah perubahan dan perbaikan yang berarti mereka memandang bahwa rezim Jokowi selama 10 tahun ini telah gagal dalam mensejahterakan rakyat Indonesia. Mereka hadir sebagai kekuatan baru yang menjanjikan akan menghadirkan perubahan yang lebih baik untuk masyarakat Indonesia.

Mulai digoda

Berdasarkan sejumlah lembaga survei ada tiga nama yang disebut pantas untuk mengikuti kontestasi Pilpres 2024. Sebab, ketiga nama tersebut memiliki tingkat elektabilitas yang cukup tinggi. Mereka adalah Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.

Jika melihat hasil survei tingkat elektabilitas ketiga nama tersebut masih saling kejar. Sehingga, bisa disimpulkan ketiga nama ini akan  bersaing sangat ketat dan memiliki peluang yang sama untuk memenangkan Pilpres 2024 nanti.

Membaca kekuatan yang berimbang ini, maka muncul wacana yang disampaikan oleh Ketua DPP PDI Perjuangan, Said Abdullah untuk menduetkan Ganjar Pranowo- Anies Baswedan sebagai calon presiden dan wakil Presiden (capres-cawapres0 di Pilpres 2024. Alasan Said ingin menduetkan Ganjar-Anies kerena PDIP tidak ingin lagi adanya perpecahan di antara masyarakat karena ajang Pilpres. Selain itu, Anies merupakan sosok yang pas untuk memenangkan Ganjar pada Pilpres 2024 sebab Anies selalu menempati peringkat ketiga dalam survei capres pilihan masyarakat.

Menurutnya dengan diduetkan Ganjar-Anies maka pertengkaran antara cebong dan kapret akan berakhir dan langkah untuk menghantarkan Ganjar sebagai Presiden RI ke-8 itu akan lebih ringan.

Ajakan duet ini bisa jadi merupakan bentuk rayuan atau godaan PDI Perjuangan bagi Anies Baswedan. Dan godaan tersebut bisa jadi diambil oleh Partai NasDem sebagai partai pertama yang mengusung Anies sebagai capres. Karena hingga saat ini NasDem masih setengah hati ingin bersama-sama dengan Jokowi.  Dan hal tersebut dimanfaatkan PDI Perjuangan  untuk menggoda Koalisi Perubahan agar bergabung dengan berjuang bersama  mengusung Ganjar-Anies.

Jika godaan PDIP ini berhasil, maka ini menjadi tantangan berat bagi PKS dan Partai Demokrat. Sebab kedua partai ini tidak mungkin untuk membentuk koalisi baru. Maka dengan terpaksa mereka akan berlabuh ke barisan kaolisi pendukug  Ganjar atau koalisi pendukung Prabowo.

Pilpres akan hambar

Jika godaan PDI Perjuangan ini berhasil maka kemungkinan besar Pilpres 2024 akan diikuti oleh dua pasang yakni  Ganjar Pranowo dan  Prabowo Subianto. Melihat kedua kandidat ini maka Pilpres akan berjalan sangat hambar, seperti sayur kurang garam.  Sebab, baik Ganjar atau Prabowo merupakan sosok yang tidak menawarkan perubahan, tapi melanjutkan apa yang sudah dilakukan oleh rezim sebelumnya, Joko Widodo.  Padahal,  masih ada sebagian besar masyarakat yang menghendaki adanya  perubahan dan perbaikan di bangsa ini. Lantas, akan berlabuh kemana  suara kelompok masyarakat yang menghendaki perubahan dan perbaikan ini?.  Karena tidak ada sosok yang mereka harapkan,  bisa jadi angka golput pada Pemilu 2024 akan meningkat tajam. Dengan meningkatnya angka golput inilah artinya proses demokrasi di Indonesia tidak baik-baik saja.

Sebab, idealnya pesta rakyat lima tahunan ini  disambut dengan  penuh antusias oleh masyarakat dengan berbondong-bondong datang ke tempat pemungutan suara (TPS) untuk menggunakan hak suaranya. Jika angka golput tinggi maka Pemilu 2024 dinilai tidak berhasil.

Selain itu, proses Pilpres 2024 juga tidak menarik, sebab tidak ada gagasan-gagasan yang berbeda dari rezim sebelumnya. Sehingga tidak ada perang gagasan sepanjang masa kampanye berlajalan. Idealnya, Pilpres itu memperlihatkan perang gagasan yang akan membawa perubahan bangsa yang lebih baik. Sebab, yang rakyat rasakan saat ini kesulitan dalam hal ekonomi, keadilan dalam bidang hukum, dan masih banyak persoalan lain yang belum dituntaskan oleh rezim Jokowi.

Hingga saat ini Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh tegas mengatakan belum berubah pikiran untuk menjadikan Anies Baswedan sebagai cawapres pendamping Ganjar. NasDem akan terus berjuang mengupayakan Anies sebagai calon Presiden. Semoga Koalisi Perubahan tetap solid, sehingga Pilres 2024 akan berlangsung dinamis. Sebab, kelompok masyarakat yang menghendaki perubahan mendapatkan kanal yang tepat untuk menjemput perubahan dan perbaikan bagi negeri ini.Â