SHARE

Istimewa

CARAPANDANG -  Oleh:  Detia Yahya, Pemerhati Pendidikan, Alumni Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA (UHAMKA) Jakarta

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) telah meluncurkan kebijakan Merdeka Belajar Episode Ke-23: Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia. Kebijakan tersebut melengkapi pelbagai terobosan Merdeka Belajar sebelumnya yang fokus utamanya pada peningkatan kompetensi literasi siswa, yakni Kampus Mengajar sebagai bagian dari Kampus Merdeka (Eps-2), literasi menjadi muatan utama program Kampus Mengajar, hingga saat ini lebih dari 90.000 mahasiswa membantu 20.000 sekolah menggiatkan literasi.

Selain itu, program Organisasi Penggerak (Eps-4); melalui program ini sudah 156 lembaga telah mendampingi sekolah dan salah satu fokus kegiatan lembaga ini adalah penguatan literasi. Kurikulum Merdeka (Eps-15); pada kurikulum ini memberikan ruang yang lebih leluasa bagi guru untuk memanfaatkan buku-buku bacaan dalam pembelajaran.

Kebijakan yang tengah dilakukan oleh Kemendikbud-Ristek merupakan bagian dari upaya serius dalam upaya meningkatkan literasi siswa/peserta didik. Langkah ini lah yang akan menghantarkan pendidikan Indonesia semakin lebih berkualiatas.  

Penguatan gerakan literasi di Indonesia harus menjadi perhatian penting. Pasalnya, Indonesia termasuk negara dengan tingkat literasi yang masih rendah. Sehingga, langkah yang dilakukan Mendikbudritek, Nadiem Anwar Makarim patut untuk diapresiasi, dan tentunya harus mendapat dukungan dan partisipasi masyarakat.

Indonesia darurat literasi

Menumbuhkan budaya literasi kepada anak-anak Indonesia harus menjadi perhatian penting bagi semua pihak. Dan upaya untuk mewujudkan cita-cita tersebut tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah, tapi harus dilakukan secara bersama dan partisipasi masyarakat. Mengapa ini penting untuk segera dilakukan? sebab budaya literasi masyarakat Indonesia tergolong masih rendah. Bahkan berdasarkan hasil Asesmen Nasional (AN) 2021 menunjukan bahwa Indonesia mengalami darurat literasi, yakni 1 dari 2 peserta didik belum mencapai kompetisi minimum.

Hal di atas semakin dipertegas oleh hasil Programme for International Student Assessment atau PISA 20 tahun terakhir, yang masih menunjukan skor literasi membaca peserta didik di Indonesia masih rendah dan belum terjadi perubahan yang signifikan masih di bawah rata-rata peserta didik di negara OECD.

Kebijakan Merdeka Belajar Episode Ke-23: Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia yang telah diluncurkan Kemendikbud-Ristek menjadi ikhtiar untuk mengejar ketertinggalan tersebut.  Ikhtiar tersebut jelas nyata sudah dilakukan, pada tahun 2022 Kemendikbud-Ristek telah mendistribusikan sebanyak 15.356.486 eksemplar buku bacaan bermutu.

Jutaan buku bacaan bermutu tersebut telah disebar di 5.963 PAUD dan 14.595 Sekolah Dasar (SD) yang paling membutuhkan di  470 kabupaten/kota.  Tidak hanya menyebarkan jutaan eksemplar buku bacaan, Kemendikbud-Ristek juga melakukan pelatihan dan pendamping.  Hal tersebut sangat penting untuk dilakukan, agar tujuan meningkatkan budaya literasi peserta didik/siswa berjalan sesuai harapan.

Pasalnya, kunci keberhasilan penggunaan buku bacaan terletak pada kemampuan kepala sekolah, guru dan pustakawan dalam mengelola buku bacaan dan memanfaatkan buku bacaan tersebut untuk meningkatkan minat baca dan kemampuan literasi siswa. Tanpa peran serta mereka buku-buku bacaan yang telah disebar oleh pemerintah tidak akan memiliki arti apa-apa.

Menumbuhkan minat baca sejak dini

Bagi penulis yang menarik dari program ini adalah fokus mendistribusikan buku bacaan bermutu untuk siswa/peserta didik pada tingkat SD dan PAUD.  Ini  merupakan langkah yang sangat tepat, sebab untuk menjadikan membaca sebagai kebutuhan harus dilakukan sejak dini. Dan kemampuan literasi siswa juga harus diasah sejak dini-sehingga di jenjang berikutnya mereka sudah terbiasa.

Menumbuhkan minat baca harus dilakukan sejak dini, jika anak-anak Indonesia sejak dini sudah menikmati dan enjoy dengan kegiatan membaca, maka  kedepannya, membaca akan menjadi kebutuhan dalam hidupnya. Untuk menghidupkan budaya literasi ini anak-anak harus mendapatkan buku bacaan yang tepat.

Buku bacaan memiliki peran penting dalam meningkatkan kompetensi literasi dan menumbuhkan minat baca siswa.  Jangan asal pilih buku bacaan, jika salah memilih maka upaya menumbuhkan minat baca siswa tidak akan berjalan efektif.  Maka itu, guru atau orang tua harus pandai menyuguhkan buku bacaan yang tepat bagi mereka.

Rudine Sims Bishop (1990) menegaskan pentingnya menyediakan berbagai macam buku. Sebab buku akan memiliki peran sebagai jendela, pintu geser dan cermin bagi pembaca.

Jendela yang dimaksud, buku bisa membantu pembaca untuk melihat pengalaman baru yang berbeda dari kehidupannya melalui kejadian yang dialami oleh tokoh cerita  

Sedangkan, pintu geser memiliki arti bahwa buku bisa membawa pembaca untuk berimajinasi mengeksplorasi dunia baru melalui ilustrasi dan cerita fantasi.

Arti buku berperan sebagai cermin adalah buku akan memberikan kesempatan bagi pembaca  untuk merefleksikan pengalaman hidupnya sendiri melalui cerita dalam buku.

Menurut hemat penulis langkah pemerintah melalui  Kemendikbud-Ristek dengan menyediakan buku bacaan yang bermutu kepada peserta didik/siswa untuk tingkat PAUD dan SD merupakan langkah yang tepat. Terlebih persebaran buku-buku bacaan tersebut fokus di daerah 3T dan daerah dengan nilai kompetensi literasi/ numerasi masih termasuk zona merah. Anak-anak di daerah tersebut harus mendapatkan perhatian lebih dalam hal pendidikan, termasuk dalam hal peningkatan literasi/numerasi. Sebab, mencerdakan kehidupan bangsa harus benar-benar dirasakan oleh seluruh anak bangsa dari Sabang sampai Marauke.

Untuk menumbuhkan minat baca sejak dini juga tidak cukup sekadar menyediakan buku bacaan yang bermutu, tapi harus harus dibantu oleh peran guru dan orang tua. Mereka harus menjadi suritauladan/contoh  bagi anak-anak dalam hal menumbuhkan budaya membaca. Tanpa contoh dari mereka upaya yang dilakukan oleh pemerintah akan sulit terwujud.  Pasalnya, orang tua dan guru merupakan sumber kekuatan untuk mengubah prilaku anak.

Tanpa mereka,  ikhtiar untuk meningkatkan literasi bagi anak-anak Indonesia sejak dini semakin jauh dari harapan. Motivasi dan inspirasi yang mereka berikan akan menjadi energi besar untuk membawa perubahan menuju arah yang lebih baik.

Membaca adalah kunci untuk melihat dunia. Jika ingin melihat dunia yang lebih luas maka harus terus memperkaya sumber buku bacaan. Semakian banyak buku yang dibaca oleh anak-anak Indonesia,  maka upaya untuk melahirkan generasi unggul di republik ini akan berjalan sesuai dengan cita-cita kita bersama. Semoga  

Tags
SHARE