Peneliti di Pusat Studi Perdagangan Dunia di Universitas Gadjah Mada Ronald Eberhard mengatakan bahwa perang tarif yang sedang berlangsung dalam perdagangan internasional telah membuka peluang bagi Indonesia untuk menjadi pusat manufaktur di berbagai sektor. Hal itu terjadi karena perang dagang mendorong investor global untuk mencari lokasi investasi baru dengan tarif yang lebih rendah.
"Indonesia saat ini dikenakan tarif resiprokal rata-rata sebesar 32 persen. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan dengan pesaing terdekat kita, seperti Vietnam yang mencapai 46 persen," ujar Eberhard.