SHARE

Retno Listyarti (Komisioner KPAI).

Itjen KemendikbudRistek  dan KPAI Pengawasan Langsung

Pengawasan langsung ke Batam dilakukan pada 16-19 November 2021. Pada hari pertama, tim gabungan langsung melakukan pertemuan dengan sejumlah orangtua dan peserta didik yang mengalami kekerasan fisik dan di penjara dalam sel tahanan sekolah di lantai empat (4). 

Pada hari kedua, Tim gabungan melakukan pengawasan langsung ke SMK/SPN Dirgantara yang merupakan Rumah Toko (Ruko). Kalau berdasarkan Standar sarana prasarana pendidikan, semestinya gedung sekolah tidak diperkenankan berada di Ruko. Pada tahun 2018. Saat KPAI mendatangi SPN Dirgantara, sel tahanan berada di lantai dasar dan saat kedatangan KPAI dan Kompolnas, sel tersebut sudah dibongkar. Namun, sel serupa kemudian dibangun kembali di lantai 4 gedung sekolah. 

Hasil pengawasan membuktikan bahwa sel tahanan di lantai 4 gedung SMK Swasta Dirgantara atau SPN Penerbangan kota Batam benar adanya. Sel tersebut  luasnya hanya sekitar 3x2 meter persegi. Kondisi ruangan pengap, lubang udara hanya sekitar 15 cm, diteralis besi. Sel pernah diisi 10 anak sekaligus, sehingga saat tidur seluruh anak harus berdesak-desakan dengan sirkulasi udara yang sangat buruk bagi kesehatan anak-anak;

Dalam sel tahanan ada kamar mandi tanpa pintu. Ada kisah 2 anak yang diborgol tangannya  sebelahan (masing-masing diborgol hanya 1 sebelah tangannya), sehingga, ketika mandi atau buang air besar maupun kecil, harus bersama-sama.

Sel tahanan di teralis dari pintu (ditutup triplek) maupun atap, hal ini sangat berbahaya jika terjadi kebakaran, anak-anak yang sedang dalam sel pastilah tidak akan selamat nyawanya. Hal ini sangat membahayakan keselamat jiwa anak-anak.

Saat masuk ke kelas-kelas, kami menemukan ada 2 ruang kelas tanpa kursi dan meja untuk belajar, pihak sekolah beralasan bahwa kursi dan meja sedang diangkut ke ruang aula (ruang belajar besar), karena malam hari sebelumnya ada seminar di ruang aula. Hal ini mengindikasi bahwa sarana dan prasarana  pembelajaran tidak sesuai  dengan standar sarana dan prasarana pendidikan.

Sebagian  pendidik yang mengajar juga tidak sesuai dengan standar nasional pendidik dan tenaga kependidikan, karena saat tim gabungan masuk ke salah satu kelas, sang guru sedang mengajar “human error dalam penerbangan pesawat”, namun yang memberikan materi berlatar belakang Strata 1 jurusan tarbiyah alias sarjana agama Islam, Si guru mengaku mengajar bidang studi Bahasa Indonesia, namun dalam daftar susunan guru tertera mengampu pelajaran agama.

Tim gabungan juga memasuki ruang-ruang asrama yang bebentuk barak  disi 40 anak dengan hanya satu kamar mandi pada lantai tersebut. Tempat tidur sebagian besar tanpa sprei dan bantal tanpa sarungnya. Ruangan tercium bau tidak enak, terutama dilantai 4 tempat menjemur  pakaian dan ada kamar mandi atau tempat cuci baju. 

Halaman :